Gara-Gara Kritik, Siswi SMP di Jambi Berhadapan dengan Polisi

Sebuah kasus yang cukup memprihatinkan terjadi di Jambi, di mana seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus berhadapan dengan pihak kepolisian akibat unggahan kritik di media sosial. Peristiwa ini sontak menuai perhatian publik dan menimbulkan diskusi mengenai batasan kebebasan berpendapat di kalangan pelajar serta respons aparat penegak hukum terhadap kritik.

Kejadian bermula ketika siswi tersebut, berinisial S (16), menyampaikan kritik atau keluhan melalui akun Instagram story-nya. Dalam unggahannya, S mengkritik kebijakan Wali Kota Jambi, Syarif Fasha, terkait larangan mobil batu bara melintas di jalanan kota. Unggahan tersebut kemudian diunggah ulang oleh salah satu akun hingga viral dan akhirnya ditanggapi oleh pihak yang merasa keberatan hingga berujung pada pelaporan ke pihak kepolisian.

“Kami sangat menyayangkan kejadian ini. Seharusnya ada mekanisme mediasi atau pembinaan terlebih dahulu sebelum melibatkan aparat kepolisian dalam kasus yang melibatkan anak-anak,” ujar Direktur LBH Jambi, Abdul Salam.

Kasus ini memantik perdebatan mengenai sejauh mana kritik yang disampaikan oleh pelajar dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum. Di satu sisi, kebebasan berpendapat merupakan hak setiap warga negara, termasuk anak-anak. Namun, di sisi lain, penyampaian kritik juga harus dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak mengandung unsur fitnah atau ujaran kebencian.

Pihak kepolisian sendiri memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. Namun, dalam kasus yang melibatkan anak-anak, pendekatan yang lebih bijaksana dan mengedepankan restorative justice dianggap lebih tepat. Proses hukum formal dikhawatirkan dapat memberikan dampak psikologis yang negatif bagi perkembangan anak.

Kasus siswi SMP di Jambi ini menjadi pengingat bagi semua pihak, termasuk pelajar, orang tua, pihak sekolah, dan aparat penegak hukum, untuk lebih bijak dalam menyikapi kritik dan perbedaan pendapat. Edukasi mengenai etika bermedia sosial dan penyelesaian masalah secara damai perlu ditingkatkan, terutama di kalangan generasi muda. Diharapkan, kasus serupa tidak terulang kembali dan hak anak untuk berpendapat dapat diakomodasi dengan cara yang lebih konstruktif.

Semoga artikel ini dapat memberikan informasi dan manfaat untuk para pembaca, terimakasih !