Siswa Pesantren Dibully Senior, Kemaluan Ditendang Hingga Bengkak

Kasus perundungan pesantren kembali mencoreng dunia pendidikan di Indonesia. Kali ini, seorang siswa pesantren di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, menjadi korban tindakan brutal seniornya. Peristiwa memilukan ini mengakibatkan korban mengalami luka serius, termasuk pembengkakan pada bagian kemaluan akibat tendangan.

Tindak kekerasan ini diduga terjadi di lingkungan pesantren Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir dan melibatkan lima orang siswa senior sebagai pelaku. Motif Kasus perundungan pesantren masih dalam penyelidikan pihak berwenang dan pihak pesantren. Namun, kejadian ini sekali lagi menyoroti lemahnya pengawasan dan perlindungan terhadap siswa dari praktik perundungan di lingkungan pendidikan.

Akibat kejadian tersebut, korban yang merupakan siswa kelas VII harus mendapatkan perawatan medis intensif di rumah sakit akibat rasa sakit yang luar biasa dan pembengkakan di alat vitalnya. Keluarga korban tentu saja sangat terpukul dan menuntut keadilan serta pertanggungjawaban dari pihak pesantren dan para pelaku. Mereka berharap kejadian serupa tidak terulang kembali dan lingkungan pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar dan berkembang.

Pihak pesantren MTs di Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir telah memberikan respons terkait kasus ini. Mereka menyatakan telah mengetahui kejadian tersebut dan menyerahkannya kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Pihak pesantren juga berjanji akan melakukan evaluasi internal terkait pengawasan siswa. Langkah-langkah konkret dari pihak pesantren sangat dinantikan oleh keluarga korban dan masyarakat luas untuk menunjukkan komitmen dalam memberantas perundungan.

Kasus perundungan di lingkungan pesantren di Ogan Ilir ini menambah daftar panjang kasus serupa yang terjadi di berbagai institusi pendidikan di Indonesia. Hal ini menjadi alarm bagi semua pihak terkait, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, pihak sekolah atau pesantren, orang tua, dan masyarakat, untuk lebih serius dalam menangani masalah perundungan.

Perlu adanya upaya pencegahan yang lebih efektif, sosialisasi tentang bahaya perundungan, serta mekanisme pelaporan dan penanganan kasus yang jelas dan responsif. Lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman, suportif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan, sehingga siswa dapat belajar dan berkembang secara optimal tanpa rasa takut. Keadilan bagi korban dan tindakan tegas terhadap pelaku perundungan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik